Wednesday, May 15, 2013

Pilgub Bali 2013?



Kata orang-orang hari ini adalah hari penentuan masa depan Bali. Menentukan mau seperti apa Bali selama lima tahun mendatang. Menuju arah yang lebih baik atau malah makin berantakan. Kata orang pula, jangan sia-siakan lima menit yang sangat penting dan berharga di bilik pemilihan, karena salah sedikit akan berpengaruh terhadap kehidupanmu selama lima tahun berikutnya. Benarkah seperti itu?

Dengan hanya dua kandidat yang harus dipilih, seharusnya lebih memudahkan masyarakat untuk membandingkan para calon dan menentukan mana terbaik yang sesuai dengan hati masing-masing. Dua calon yang berperang kali ini tentu teman sudah mengetahuinya. Spanduk dan baliho ada dimana-mana, stiker-stiker menempel di banyak tempat. Tapi sudahkah teman tentukan pilihan jauh-jauh hari, atau disaat hari H, atau bahkan hitung kancing macam ulangan jaman sekolah dulu?


Lalu saya sendiri bagaimana? Menentukan jauh hari atau hitung kancing?
Jawabannya adalah, saya nyontek teman..hahahaha… Saya tidak memilih. Ya, untuk pemilihan Gubernur kali ini saya tidak memilih salah satu kandidat. Jangankan memilih, kartu pemilih pun saya tidak ambil. Dan keputusan ini sebenarnya jauh-jauh hari sudah saya pikirkan masak-masak tapi tetap tidak overcook. Nanti dimarah chef Juna.

“Saya golput? Golongan putih?”
Enggaklah! Memang saya masih ada keturunan chinese, tapi saya tidak putih. Agak main SARA nih yang bilang saya golput. Kulit hitam manis begini dibilang putih.

“Saya tidak tahu harus memilih siapa?”
Ya tahulah harus memilih siapa, kan udah dikampanyekan dimana-mana. Gambar sudah dipasang dijalan-jalan. Milihnya ya Puspayoga-Sukrawan… atau Pastika-Sudikerta.

“Saya Idealis tingkat Ultra?”
Ini juga agak enggak mungkin teman. Dan catat, Ultraman itu hanya ada di film-film. Gak mungkin ada di kehidupan nyata, kecuali Cosplay..hehehe..

“Trus kenapa dong saya kok tidak nyoblos?”
Penjelasannya singkat, banyak kerjaan yang harus diselesaikan. Dimana kerjaan tersebut sudah mendekati deadline dan nominalnya BESAR.

“Ah nyoblos palingan 5 menit, luangkanlah waktu untuk masa depan Bali”
Matamu itu lima menit! Iya kalau saya milihnya di deket kantor GEDE Production. TPS saya itu di Singaraja, dua jam perjalanan dari Denpasar. Dua jam menuju TPS, nyoblos lima menit, istirahat dan makan satu jam, berangkat kembali ke Denpasar dua jam. Udah lima jam lima menit?!

“Okay, penting mana duit seiprit sama masa depan Bali?”
Untuk saat ini ya duit seiprit itulah, agak egois memang. Walaupun duit seiprit doang, tapi dengan duit itu saya bisa beli makan sehari-hari, bisa bayar cicilan hutang, bisa beli pulsa, bensin, listrik. Kalau saya bela-belain nyoblos Pilgub, duit seiprit jadi gak ada. Apakah gubernur terpilih akan bantu saya untuk makan sehari-hari? Bayar cicilan hutang, beli bensin, listrik dan pulsa?

“Kesimpulannya?”
Ya siapa pun yang terpilih jadi Gubernur Bali, toh ujung-ujungnya yang punya masyarakat Bali juga. Gak usahlah diperebutkan di satu hari ini saja. Kalau pun besok-besok Gubernur terpilihnya macem-macem, pasti hari itu akan didemo dan kalau parah ya hari itu diturunin paksa. Ujung-ujung si wakil yang naik atau ya ada semodel rapat paripurna apalah kurang ngerti juga. Saya penonton aja cukup.

Saya mah pilih nomor 3 Pasangan Cinta dan Laura (nemu di fb pastika)

“Kalau misalkan disuruh milih, mau pilih siapa?”
Kandidat Puspayoga-Sukrawan bagus, didukung oleh Megawati dan Jokowi. Kandidat Pastika-Sudikerta juga bagus, yang dukung Aburizal Bakire dan Ruhut Sitompul. Kalau dipaksa untuk memilih, saya akan memilih berdasarkan kriteria sendiri.

Pertama saya pilih kandidat yang paling super ultra kaya raya karena keringat sendiri. Karena orang yang super kaya seperti ini kecil sekali kemungkinan melakukan korupsi. Masalah utama negara ini kan korupsi. Orang kaya baru atau orang kaya saja malah besar kemungkinan melakukan korupsi karena mereka belum puas dengan harta yang dimiliki. Sedangkan orang super ultra kaya raya sudah tidak mengincar harta lagi, melainkan tahta dan pengabdian kepada masyarakat buat bekalnya di akhirat nanti.

Kedua dari segi fisik, kenapa mainannya fisik nih? Karena orang Indonesia kan sukanya men-judge orang dari covernya. Biarpun dia terpelajar sampe bertitel-titelria, bahkan sampai menuntut ilmu keluar negeri, tetap saja menilai orang dari covernya. Hahaha.
Oke dari segi fisik saya akan memilih kandidat yang paling kurus. Gerakan orang kurus tentu lebih lincah dari yang buncit atau mungkin gemuk. Orang kurus tentu lebih sedikit memakan bahan pakaian daripada orang gemuk. Kurus tentunya memakan tempat yang sedikit kalau di angkot, daripada orang gemuk. Orang gemuk tentu kesulitan berjalan jauh dibanding orang kurus. Orang gemuk tentu lebih mudah capek daripada orang kurus.


Jadi intinya saya akan memilih kandidat yang paling KAYA dan paling KURUS.

“Kok gampang gitu sih kriteria memilihnya. Apa gak melihat latar belakang pendidikannya?”
Bah ini wartawan makin penasaran nanyanya. Tadi sudah sampai kesimpulan, jiaahh malah nanya lagi. Begini.. saya yakin semuanya pintar. Mau lihat ijasahnya? Bisa aja bodong. Mau liat kuliahnya dimana? Dalam negeri, luar negeri gak pengaruh kalau hanya teori tanpa praktek.

“Gak melihat caranya bicara? Menanggapi pertanyaan saat debat?”
Enggaklah, emangnya mereka sales? Yang pintar ngomong saja. Iya kalau pintar ngomong pintar juga saat bekerjanya, lha kalau pintar ngomong saja?

“Apa gak melihat track record-nya?”
Kalau saya iya melihat CV nya. Tapi apakah semua rakyat pemilih melakukannya? Terutama rakyat kecil yang tidak rutin mendapatkan berita-berita aktual baik dari koran, tabloid atau bahkan internet.

“Trus kalau misal…”
Oke stop stopp.. lain kali kita lanjutkan perbincangan dengan topik yang lebih seru. Saya musti lanjutkan kerjaan yang sudah deadline nih. Nanti malah udah gak dapet nyoblos lha duit seiprit gak dapet juga. Oke, BYE!

"Sekian teman, perbincangan yang sangat menarik antara saya dan diri saya sendiri. Tampaknya tidak hanya satu dua orang yang melakukan boikot hak suara. Saya sebagai reporter pun kalau ditanya mau nyoblos siapa saat di bilik suara. Saya akan jawab ‘saya sudah siapkan spidol.’ Lha buat apa bro? buat nambahin kumis dan beberapa asesoris lainnya biar terlihat lebih ‘berwibawa’ seperti yang itu tuuhhh."


Terakhir, siapa pun pilihan teman di bilik suara tadi, ‘tanggung sendiri resikonya’. Ya kalau misalkan pilihan teman sesuai dengan harapan, ya teman dapatkan kepuasan bathin bahwa teman tidak salah pilih. Kalau misalkan kandidat yang teman pilih ternyata menyalahgunakan kekuasaannya. Ya salahkanlah diri sendiri yang telah salah memilih atau telah berhasil ditipu kandidat dengan janji-janjinya. Kalaupun teman tidak memilih, ya nggak boleh protes dong kalau Gubernur terpilih tidak sesuai harapan. Elu aja diharapkan suaranya malah nggak ngasih, ngapain Gubernur terpilih ngasih apa yang lu pengenin. Hahahaha. 

No comments:

Post a Comment