Kata orang-orang hari ini adalah hari penentuan masa depan
Bali. Menentukan mau seperti apa Bali selama lima tahun mendatang. Menuju arah
yang lebih baik atau malah makin berantakan. Kata orang pula, jangan sia-siakan
lima menit yang sangat penting dan berharga di bilik pemilihan, karena salah
sedikit akan berpengaruh terhadap kehidupanmu selama lima tahun berikutnya. Benarkah seperti itu?
Dengan hanya dua kandidat yang harus dipilih, seharusnya
lebih memudahkan masyarakat untuk membandingkan para calon dan menentukan mana
terbaik yang sesuai dengan hati masing-masing. Dua calon yang berperang kali
ini tentu teman sudah mengetahuinya. Spanduk dan baliho ada dimana-mana,
stiker-stiker menempel di banyak tempat. Tapi sudahkah teman tentukan pilihan
jauh-jauh hari, atau disaat hari H, atau bahkan hitung kancing macam ulangan
jaman sekolah dulu?
Lalu saya sendiri bagaimana? Menentukan jauh hari atau
hitung kancing?
Jawabannya adalah, saya nyontek teman..hahahaha… Saya tidak
memilih. Ya, untuk pemilihan Gubernur kali ini saya tidak memilih salah satu
kandidat. Jangankan memilih, kartu pemilih pun saya tidak ambil. Dan keputusan
ini sebenarnya jauh-jauh hari sudah saya pikirkan masak-masak tapi tetap tidak
overcook. Nanti dimarah chef Juna.
“Saya golput? Golongan putih?”
Enggaklah! Memang saya masih ada keturunan chinese, tapi
saya tidak putih. Agak main SARA nih yang bilang saya golput. Kulit hitam manis
begini dibilang putih.
“Saya tidak tahu harus memilih siapa?”
Ya tahulah harus memilih siapa, kan udah dikampanyekan
dimana-mana. Gambar sudah dipasang dijalan-jalan. Milihnya ya
Puspayoga-Sukrawan… atau Pastika-Sudikerta.
“Saya Idealis tingkat Ultra?”
Ini juga agak enggak mungkin teman. Dan catat, Ultraman itu
hanya ada di film-film. Gak mungkin ada di kehidupan nyata, kecuali
Cosplay..hehehe..
“Trus kenapa dong saya kok tidak nyoblos?”
Penjelasannya singkat, banyak kerjaan yang harus
diselesaikan. Dimana kerjaan tersebut sudah mendekati deadline dan nominalnya
BESAR.
“Ah nyoblos palingan 5 menit, luangkanlah waktu untuk masa
depan Bali”
Matamu itu lima menit! Iya kalau saya milihnya di deket
kantor GEDE Production. TPS saya itu di Singaraja, dua jam perjalanan dari
Denpasar. Dua jam menuju TPS, nyoblos lima menit, istirahat dan makan satu jam,
berangkat kembali ke Denpasar dua jam. Udah lima jam lima menit?!
“Okay, penting mana duit seiprit sama masa depan Bali?”
Untuk saat ini ya duit seiprit itulah, agak egois memang. Walaupun
duit seiprit doang, tapi dengan duit itu saya bisa beli makan sehari-hari, bisa
bayar cicilan hutang, bisa beli pulsa, bensin, listrik. Kalau saya bela-belain
nyoblos Pilgub, duit seiprit jadi gak ada. Apakah gubernur terpilih akan bantu
saya untuk makan sehari-hari? Bayar cicilan hutang, beli bensin, listrik dan pulsa?
“Kesimpulannya?”
Ya siapa pun yang terpilih jadi Gubernur Bali, toh
ujung-ujungnya yang punya masyarakat Bali juga. Gak usahlah diperebutkan di
satu hari ini saja. Kalau pun besok-besok Gubernur terpilihnya macem-macem,
pasti hari itu akan didemo dan kalau parah ya hari itu diturunin paksa. Ujung-ujung
si wakil yang naik atau ya ada semodel rapat paripurna apalah kurang ngerti
juga. Saya penonton aja cukup.
![]() |
Saya mah pilih nomor 3 Pasangan Cinta dan Laura (nemu di fb pastika) |
“Kalau misalkan disuruh milih, mau pilih siapa?”
Kandidat Puspayoga-Sukrawan bagus, didukung oleh Megawati
dan Jokowi. Kandidat Pastika-Sudikerta juga bagus, yang dukung Aburizal Bakire
dan Ruhut Sitompul. Kalau dipaksa untuk memilih, saya akan memilih berdasarkan
kriteria sendiri.
Pertama saya pilih kandidat yang paling super ultra kaya
raya karena keringat sendiri. Karena orang yang super kaya seperti ini kecil
sekali kemungkinan melakukan korupsi. Masalah utama negara ini kan korupsi.
Orang kaya baru atau orang kaya saja malah besar kemungkinan melakukan korupsi
karena mereka belum puas dengan harta yang dimiliki. Sedangkan orang super
ultra kaya raya sudah tidak mengincar harta lagi, melainkan tahta dan
pengabdian kepada masyarakat buat bekalnya di akhirat nanti.
Kedua dari segi fisik, kenapa mainannya fisik nih? Karena
orang Indonesia kan sukanya men-judge orang dari covernya. Biarpun dia
terpelajar sampe bertitel-titelria, bahkan sampai menuntut ilmu keluar negeri,
tetap saja menilai orang dari covernya. Hahaha.
Oke dari segi fisik saya akan memilih kandidat yang paling
kurus. Gerakan orang kurus tentu lebih lincah dari yang buncit atau mungkin
gemuk. Orang kurus tentu lebih sedikit memakan bahan pakaian daripada orang
gemuk. Kurus tentunya memakan tempat yang sedikit kalau di angkot, daripada
orang gemuk. Orang gemuk tentu kesulitan berjalan jauh dibanding orang kurus.
Orang gemuk tentu lebih mudah capek daripada orang kurus.
Jadi intinya saya akan memilih kandidat yang paling KAYA dan
paling KURUS.
“Kok gampang gitu sih kriteria memilihnya. Apa gak melihat
latar belakang pendidikannya?”
Bah ini wartawan makin penasaran nanyanya. Tadi sudah sampai
kesimpulan, jiaahh malah nanya lagi. Begini.. saya yakin semuanya pintar. Mau
lihat ijasahnya? Bisa aja bodong. Mau liat kuliahnya dimana? Dalam negeri, luar
negeri gak pengaruh kalau hanya teori tanpa praktek.
“Gak melihat caranya bicara? Menanggapi pertanyaan saat
debat?”
Enggaklah, emangnya mereka sales? Yang pintar ngomong saja.
Iya kalau pintar ngomong pintar juga saat bekerjanya, lha kalau pintar ngomong
saja?
“Apa gak melihat track record-nya?”
Kalau saya iya melihat CV nya. Tapi apakah semua rakyat pemilih
melakukannya? Terutama rakyat kecil yang tidak rutin mendapatkan berita-berita
aktual baik dari koran, tabloid atau bahkan internet.
“Trus kalau misal…”
Oke stop stopp.. lain kali kita lanjutkan perbincangan
dengan topik yang lebih seru. Saya musti lanjutkan kerjaan yang sudah deadline
nih. Nanti malah udah gak dapet nyoblos lha duit seiprit gak dapet juga. Oke,
BYE!
"Sekian teman, perbincangan yang sangat menarik antara saya
dan diri saya sendiri. Tampaknya tidak hanya satu dua orang yang melakukan
boikot hak suara. Saya sebagai reporter pun kalau ditanya mau nyoblos siapa
saat di bilik suara. Saya akan jawab ‘saya sudah siapkan spidol.’ Lha buat apa
bro? buat nambahin kumis dan beberapa asesoris lainnya biar terlihat lebih
‘berwibawa’ seperti yang itu tuuhhh."
Terakhir, siapa pun pilihan teman di bilik suara tadi,
‘tanggung sendiri resikonya’. Ya kalau misalkan pilihan teman sesuai dengan
harapan, ya teman dapatkan kepuasan bathin bahwa teman tidak salah pilih. Kalau
misalkan kandidat yang teman pilih ternyata menyalahgunakan kekuasaannya. Ya
salahkanlah diri sendiri yang telah salah memilih atau telah berhasil ditipu
kandidat dengan janji-janjinya. Kalaupun teman tidak memilih, ya nggak boleh
protes dong kalau Gubernur terpilih tidak sesuai harapan. Elu aja diharapkan
suaranya malah nggak ngasih, ngapain Gubernur terpilih ngasih apa yang lu pengenin.
Hahahaha.
No comments:
Post a Comment